Malam ini cuaca sangat amatlah cerah. Tidak ada tanda-tanda hujan akan
turun. Bulan dan bintang terlihat sangat indah. Cahayanya sangat cerah
menyinari. Secerah hati Azizah pada saat ini. Dari balik jendela kamarnya,
Azizah mengamati cahaya yang amat gemerlap yaitu bintang-bintang di angkasa.
Dengan ditemani segelas teh hangat dan beberapa camilan yang ia suka. Tiit..
tiiit… Handphone Azizah tiba-tiba saja bergetar. Rupanya ada message masuk.
“Azizah sebentar lagi aku akan pergi ke rumahmu.” Ternyata sms itu dari Putri dan
putri itu adalah sahabatnya.
Azizah dan Putri sudah bersahabat sejak dari kecil. Tepatnya saat mereka
masih duduk di bangku sekolah dasar sampai saat ini mereka sudah lulus SMA.
Azizah dan Putri sama-sama pendiam. Mereka lebih sering membicarakan hal-hal yang
bermanfaat. Namun terkadang mereka juga suka bercanda. Rumah Azizah dan Putri
bersebelahan. Dan hanya berjarak beberapa langkah saja. Tak lama kemudian
terdengar suara ketukan pintu dan ucapan salam. Bergegas Azizah membukakan
pintu seraya menjawab salam tamunya itu. “Waalaikumsalam.” jawab Azizah dengan
penuh kerendahan hati. Bukankah menjawab salam adalah wajib bagi sesama muslim.
Namun seiring berjalannya waktu, mengucapkan salam dan menjawabnya sudah jarang
sekali orang melakukannya. Azizah pun tersenyum manis melihat yang datang itu
adalah Putri.
“Ayo silahkan putri masuk.” Ujar Azizah. “Iya nona yang cantik.” Jawab
Putri dengan candaan usilnya. Mereka pun tertawa.
“Gimana Zah apakah kamu sudah siap?” Tanya Putri. “Alhamdulillah sudah.
Putri tunggu sebentar ya aku mau pamit dulu sama Ibuku.” Jawab Azizah seraya
masuk ke ruang tengah rumahnya. Selesai berpamitan mereka pun pergi ke tempat
biasa mereka nongkrong. Azizah dan Putri bisa menghabiskan waktu berjam-jam di
tempat nongkrongnya. Di tempat itulah mereka menyalurkan hobinya.
Tidak lama kemudian sampailah mereka di tempat yang dituju. Perpustakaan
kota. Tempat inilah di mana mereka bisa menimba ilmu tanpa harus membayar.
Namun walau begitu tempat itu selalu sepi pengunjung. Minat baca masyarakat
masih sangat rendah khususnya bagi kaum remaja saat ini. Sungguh miris namun
itulah kenyataannya. Azizah turun dan Putri memarkir motornya di tempat parkir
yang sudah disediakan. Setelah itu mereka berdua langsung masuk ke dalam
perpustakaan. Suasananya begitu sangat tenang. Tidak ada suara bising yang bisa
membuat telinga sakit. Azizah terlihat sedang mencari buku yang ingin ia baca
dan pelajari. Belakangan ini Azizah sedang memperdalam ilmu agama. Khususnya
tentang wanita. Karena Azizah bercita-cita ingin menjadi wanita saleha. Sungguh
sangat besar cita-citanya itu.
“Zah sudah dapatkah kamu buku yang ingin kamu baca?” tanya Putri dengan
sebuah buku di tangannya. “Alhamdulillah udah.”
“Buku tentang-tentang wanita lagi ya zah?”
“Heem.” Jawab Azizah singkat. Mereka pun duduk di tempat yang di khususkan
bagi para penggila buku. Azizah membuka lembar pertama bukunya, di situ
tertulis “Jangan bersedih, karena engkau masih memiliki agama yang engkau
yakini.” Dengan sangat serius Azizah membaca bukunya tersebut. Dan setiap ada
yang menurut Azizah penting maka ia akan mencatatnya di buku tulis miliknya
yang sengaja ia bawa dari rumah. Sudah banyak catatan miliknya. Terutama yang
berkaitan dengan wanita.
Tidak terasa jam menunjukkan pukul 21:00 wib. Azizah dan Putri memutuskan
untuk pulang. Karena perpustakaan akan segera tutup. Setiap hari libur
perpustakaan akan buka mulai pukul 8 pagi sampai 10 malam. Namun di hari biasa
perpustakaan buka sampai jam 3 sore. Putri menstarter motornya seraya memanggil
Azizah yang sedang asyik membaca buku catatannya. Mereka pun melaju pulang di
tengah keramaian hiruk pikuk perkotaan. Suara bising knalpot dan bunyi klakson
kendaraan seperti lantunan nada yang tak beraturan dan sangatlah berisik.
“Zah kamu gak laper?” tanya Putri seketika sambil fokus memperhatikan
jalan.
“Iya ni aku laper banget , pas berangkat tadi kan kita belum makan apa-apa.”
“Nah.. gimana kalau kita makan dulu sebelum balik ke rumah?”
“Emmm boleh deh, tapi jam segini mau cari makan di mana?”
“Ah itu sih gampang.”
“Okelah aku ikut aja.”
Tidak lama kemudian Putri melihat dari kejauhan sebuah gerobak nasi goreng
yang biasa mangkal di pinggir jalan.
“Zah coba lihat di depan ada penjual nasi goreng!”
“O iya, kalau gitu kita makan di sana aja.”
“Oke.” Jawab Putri singkat. Putri mempercepat laju motornya. Hawa dingin
malam semakin terasa. Menembus jaket tebal yang mereka kenakan.
“Pak nasi gorengnya 2 ya!” Ujar Azizah.
“Iya non, mau makan sini atau di bungkus?”
“Makan sini aja Pak.” Jawab Azizah pelan seraya duduk di trotoar jalan
beralas karpet biru itu.
“Putri buku apa yang tadi kamu baca di perpus?” Tanya Azizah membuka
pembicaraan.
“Buku tentang cara menjadi orang yang pandai bersyukur.”
“Wah kalau gitu nanti kita tukeran ilmunya ya, biar kita bisa saling
memperdalam ilmu yang kita pelajari.”
“Beres nona cantik.” Mereka pun tertawa kecil. Tidak lama kemudian pesanan
mereka siap.
“Ini non pesanannya silahkan.” Ujar si penjual dengan senyum yang ramah.
Entah berapa usianya tapi yang jelas sudah tidak bisa di sebut mudah lagi
dengan kulit yang mengkeriput.
“Maaf Mbak apa boleh saya mengambil botol bekas itu?” Baru sesendok Azizah
makan ia dikejutkan oleh seorang anak kecil yang menggendong sebuah karung
kotor di balik punggungnya. Entah sejak kapan anak itu berada di depan Azizah.
Bajunya yang compang-camping membuat iba siapa saja yang melihatnya. “Ini ambil
aja.” ujar Azizah sambil menyodorkan botol bekas yang ada di dekatnya. Pemulung
kecil itu menerimanya dan mengucapkan banyak terima kasih. Karena merasa
kasihan Azizah pun memesankan ia seporsi nasi goreng. Awalnya pemulung kecil
itu menolak tapi karena bujuk rayu Azizah akhirnya ia mau menerima.
“Adik namanya siapa?” Tanya Azizah.
“Budi.” Jawab pemulung kecil itu singkat.
“Budi masih sekolah?” Sekarang giliran Putri yang bertanya.
“Heem.” Jawabnya dengan nada rendah.
Terjadilah pembicaraan antara mereka bertiga. Ternyata Budi masih duduk di
kelas 3 sekolah dasar. Dan yang membuat hati Azizah tersentuh adalah saat Budi
menceritakan kenapa dia menjadi seorang pemulung. Budi berkata dengan
kepolosannya, “Menjadi pemulung jauh lebih mulia dari mereka yang menjadi
pengemis.” Subhanallah anak sekecil itu sudah mengerti hal seperti itu. Mungkin
mereka orang-orang yang korupsi harus belajar dari pemulung kecil ini. Belajar
tentang perjuangan hidup yang berkah.
Nasi goreng yang Azizah pesan sudah jadi ia pun memberikannya kepada si
pemulung kecil tersebut. “Maaf Mbak biar nasinya tersebut Budi bawa pulang saja
kasihan Bapak sama Ibu budi, di rumah tidak ada satu pun makanan yang dapat
kami makan pada malam ini.” Air mata Azizah tak terbendung lagi. Akhirnya
Azizah memesankan 2 bungkus nasi goreng untuk orang tua pemulung kecil itu.
Sebelum pergi si pemulung kecil itu mengucapkan banyak terima kasih. “Mbak
terima kasih banyak sudah berbaik hati memberikan makanan ini. Semoga Allah
yang akan membalas semua kebaikan mbak. Allah maha pengasih lagi maha
penyayang.” ia pun berlalu pergi. Dari kejadian ini Azizah belajar bahwa hidup
adalah ujian. Roda akan terus berputar sampai Allah SWT berkata, “Waktunya
Pulang.”